REAKSI DAN KLASIFIKASI BAHAN
PELEDAK
A.
Bahan
Peledak
Bahan
peledak yang dimaksudkan adalah bahan peledak kimia yang didefinisikan sebagai
suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair, atau
campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal
akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya
sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi
yang secara kimia lebih stabil.
Panas
dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000° C. Adapun
tekanannya, menurut Langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari
100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cm² atau 9.850 MPa (± 10.000 MPa).
Sedangkan energi per satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Perlu difahami bahwa
energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah energi yang memang
tersimpan di dalam bahan peledak begitu besar, namun kondisi ini terjadi akibat
reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu berkisar antara 2500 - 7500
meter per second (m/s). Oleh sebab itu
kekuatan energi tersebut hanya terjadi beberapa detik saja yang lambat laun
berkurang seiring dengan perkembangan keruntuhan batuan.
B.
Reaksi dan Produk
Peledakan
Peledakan
akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung pada
kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas
bahan kimia pembentuk bahan peledak tersebut. Panas merupakan awal terjadinya
proses dekomposisi bahan kimia pembentuk bahan peledak yang menimbulkan
pembakaran, dilanjutkan dengan deflragrasi dan terakhir detonasi. Proses
dekomposisi bahan peledak diuraikan sebagai berikut:
a)
Pembakaran adalah
reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga keberlangsungannya oleh panas yang
dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan produknya berupa pelepasan gas-gas.
Reaksi pembakaran memerlukan unsur oksigen (O2) baik yang terdapat
di alam bebas maupun dari ikatan molekuler bahan atau material yang terbakar.
Untuk menghentikan kebakaran cukup dengan mengisolasi material yang terbakar
dari oksigen. Contoh reaksi minyak disel (diesel
oil) yang terbakar sebagai berikut:
CH3(CH2)10CH3
+ 18½ O2 ® 12 CO2
+ 13 H2O
b)
Deflagrasi adalah
proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi dekomposisi didasarkan
pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi merupakan fenomena reaksi
permukaan yang reaksinya meningkat menjadi ledakan
dan menimbulkan gelombang kejut (shock
wave) dengan kecepatan rambat rendah, yaitu antara 300 – 1000 m/s atau lebih
rendah dari kecep suara (subsonic).
Contohnya pada reaksi peledakan low
explosive (black powder) sebagai
berikut:
v Potassium nitrat + charcoal + sulfur
20NaNO3 + 30C + 10S
® 6Na2CO3 +
Na2SO4 + 3Na2S +14CO2 + 10CO + 10N2
v Sodium nitrat + charcoal + sulfur
20KNO3
+ 30C + 10S ® 6K2CO3 + K2SO4
+ 3K2S +14CO2 +10CO + 10N2
c)
Ledakan, menurut Berthelot, adalah
ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi bervolume lebih besar dari
sebelumnya diiringi suara keras dan efek mekanis yang merusak. Dari definisi
tersebut dapat tersirat bahwa ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi
kemunculannya disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang menimbulkan
efek mekanis merusak disertai panas dan bunyi yang keras. Contoh ledakan antara
lain balon karet ditiup terus akhirnya meledak, tangki BBM terkena panas terus
menerus bisa meledak, dan lain-lain.
d)
Detonasi adalah proses kimia-fisika
yang mempunyai kecepatan reaksi sangat tinggi, sehingga menghasilkan gas dan
temperature sangat besar yang semuanya membangun ekspansi gaya yang sangat
besar pula. Kecepatan reaksi yang sangat tinggi tersebut menyebarkan tekanan
panas ke seluruh zona peledakan dalam bentuk gelombang tekan kejut (shock compression wave) dan proses ini
berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi hingga berakhir dengan
ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan rambat reaksi pada proses detonasi ini
berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500 m/s.
Sementara itu shock compression wave mempunyai daya dorong sangat tinggi
dan mampu merobek retakan yang sudah ada sebelumnya menjadi retakan yang lebih
besar. Disamping itu shock wave dapat menimbulkan symphatetic detonation, oleh sebab itu peranannya sangat penting di
dalam menentukan jarak aman (safety distance)
antar lubang. Contoh proses detonasi terjadi pada jenis bahan peledakan antara
lain:
v TNT : C7H5N3O6 ® 1,75 CO2 + 2,5 H2O +
1,5 N2 + 5,25 C
v ANFO : 3 NH4NO3 + CH2 ® CO2
+ 7 H2O + 3 N2
v NG : C3H5N3O9 ® 3 CO2 + 2,5 H2O + 1,5
N2 + 0,25 O2
v NG + AN : 2 C3H5N3O9 + NH4NO3 ® 6 CO2 + 7 H2O + 4 N4
+ O2
C.
Klasifikasi bahan peledak
Bahan
peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan peledak
mekanik, kimia dan nuklir seperti terlihat pada Gambar 1.1 (J.J. Manon, 1978).
Karena pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding dari
sumber energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih
intensif diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif
murah, penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time) dan dibanding nuklir tingkat
bahayanya lebih rendah. Oleh sebab itu modul ini hanya akan memaparkan bahan
peledak kimia.
Gambar 1.1. Klasifikasi
bahan peledak menurut J.J. Manon (1978)
Bahan peledak permissible dalam klasifikasi di atas perlu dikoreksi karena tidak
semua merupakan bahan peledak lemah. Bahan peledak permissible digunakan khusus untuk memberaikan batubara ditambang
batubara bawah tanah dan jenisnya adalah blasting
agent yang tergolong bahan peledak kuat, sehingga pengkasifikasian akan
menjadi seperti dalam Gambar 1.2.
Sampai saat ini terdapat berbagai cara
pengklasifikasian bahan peledak kimia, namun pada umumnya kecepatan reaksi
merupakan dasar pengklasifikasian tersebut. Contohnya antara lain sebagai berikut:
1.
Menurut
R.L. Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi menjadi:
a.
Bahan
peledak kuat (high explosive) bila
memiliki sifat detonasi atau meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 –
24.000 fps (1.650 – 8.000 m/s)
b.
Bahan
peledak lemah (low explosive) bila
memiliki sifat deflagrasi atau terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps
(1.650 m/s).
Gambar 1.2. Klasifikasi
bahan peledak
2.
Menurut
Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis seperti terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Klasifikasi bahan
peledak menurut Anon (1977)
JENIS
|
REAKSI
|
CONTOH
|
Bahan
peledak lemah (low explosive)
|
Deflagrate (terbakar)
|
black
powder
|
Bahan peledak kuat (high explosive)
|
Detonate
(meledak)
|
NG, TNT, PETN
|
Blasting agent
|
Detonate (meledak)
|
ANFO,
slurry, emulsi
|
D.
Klasifikasi bahan peledak industry
Bahan
peledak industri adalah bahan peledak yang dirancang dan dibuat khusus untuk
keperluan industri, misalnya industri pertambangan, sipil, dan industri
lainnya, di luar keperluan militer. Sifat dan karakteristik bahan peledak (yang
akan diuraikan pada pembelajaran berikutnya pada Karakteristik
Bahan Peledak) tetap melekat pada jenis
bahan peledak industri. Dengan perkataan
sifat dan karakter bahan peledak industri tidak jauh berbeda dengan bahan
peledak militer, bahkan saat ini bahan peledak industri lebih banyak terbuat
dari bahan peledak yang tergolong ke dalam bahan peledak berkekuatan tinggi (high explosives).
Klasifikasi
bahan peledak menurut Mike Smith (1988) seperti terlihat pada Gambar 1.3 dapat
dijadikan contoh pengklasifikasian bahan peledak untuk industri.
Gambar 1.3. Klasifikasi
bahan peledak menurut Mike Smith (1988)